Sabtu, 06 Agustus 2011

BICARA TENTANG KESETIAAN ARMAN

BICARA TENTANG Kesetiaan Arman
                                                                                                            By: Zrie D

Renjani,
Renjani masih fokus menatap layar komputer kerjanya, Tanganya sibuk menekuri tuts2 keyboard.  Sesekali dia membetulkan letak kaca mata minusnya yang kadang terasa mengganggu. Laporan ini harus selesai hari ini begitulah tekadnya. Ah.. dia jadi tersenyum sendiri kalau mengingat besok adalah Sabtu, weekend yang sudah lama dia tungggu. Dalam otak gadis itu sudah tersusun banyak rencana untuk menghabiskan akhir pekan ini. Arman pasti senang, Menikmati sunset di pantai, Jalan2 berdua, nonton bioskop atau dinner bersama di kafe biasanya. Ini sebagai kejutan buat Arman untuk menebus minggu kemarin yang terlewatkan bersama senyum kecut Arman karena Renjani lebih memilih pekerjaan daripada jalan berdua dengan kekasihnya itu.  Betapa sedihnya melihat ekspresi kecewa Arman saat laki2 itu bermaksud menjemputnya minggu kemarin, betapa  merasa bersalah karena Arman hanya berucap “ya sudah, aku pamit” dengan dua lembar tiket bioskop yang di letakkan begitu saja di atas meja teras rumahnya. Renjani menatap kepergian Arman dengan perasaan terluka. “Maaf”’ bibir Renjani berucap lirih saat sepeda motor Arman berlalu dari halaman rumah. Renjani sadar-sesadarnya bahwa memang waktunya akhir-akhir ini sangat sedikit untuk Arman. Lemburlah, lagi bareng teman lah. Ini tidak adil. Arman kekasihnya, calon suaminya, egois sekali menempatkan Arman selalu di nomer dua. Ah, bukan. Bukan nomor dua, di sudut hati Renjani yang paling dalam, Arman adalah segalanya untuk Renjani. Baginya tidak ada laki-laki lain yang dia rindukan selain Arman, Tidak ada laki2 lain yang dia ingat lalu mengundang senyum selain Arman. Tidak ada laki-laki lain yang membuat dia berpikir untuk menghabiskan hidup bersama selain dengan Arman. Tapi sikapnya selama ini malah selalu menempatkan laki-laki itu sering di prioritas ke dua. Perhatian yang kurang, sering menolak ajakan jalan.
“laki-laki itu sama, haus perhatian. Kalau ada perhatian lain yang lebih, langsung deh berpaling”
“Seperti kucing ya mbak, mudah tergoda oleh ikan tetangga”
“laki-laki kan bukan kucing”
“ Tapi karakternya sama seperti kucing”

Renjani ingat celotehan teman-teman kantornya  di kantin saat jam makan siang. Waktu itu dia hanya tersenyum. Arman nya tidak seperti itu. Arman bukan tipe Don Juan yang suka mengobral cinta.  lima tahun hubungan bukan waktu yang sedikit untuk mempertanyakan kesetiaan pria itu.
 “Aku juga dulu begitu percaya pada suamiku, Jani. Dia tidak mungkin selingkuh dengan wanita lain. Tapi semenjak, aku sibuk ngurus bisnis pakaianku yang makin ramai, perhatian ku pun pada nya berkurang. Mas Anto jadi lain. sering makan di luar. Dia jarang pulang ke rumah,. Tidak tahunya dia punya pacar baru”
Waktu itu Mbak Sinta curhat dengan sesenggukan di hadapan Renjani.
“Di luar sana tuh banyak yang bening-bening Jani. Cowok di tinggal meleng dikit, langsung kabur ke pelukan cewek lain” Kata Rina lebih ekstrim lagi
 Ya, semua hal itu memang sering terjadi dalam kenyataan, kadang rasa itu pula mengusik sisi kepercayaanya pada Arman, apakah Arman akan sama seperti mas Anto yang akan berpaling pada wanita lain karena kurang perhatian dari mbak Sinta, Apakah Arman  sama seperti pacar Rina yang doyan selingkuh itu.
 Tapi lagi-lagi Renjani selalu menepis pikiran buruk itu. Bukankah modal suatu hubungan agar langgeng adalah kepercayaan. Laki-laki bukan barang yang harus di jaga 24 jam agar tidak hilang. Mereka, termasuk Arman adalah manusia yang punya hati punya otak, bisa marah, bila kebebasanya terusik.
Tidak ada yang perlu di takutkan, Renjani percaya Armannya masih arman yang dulu, yang cintanya hanya satu untuk Renjani. Dan weekend besok adalah awal untuk menebus semua waktunya yang kurang untuk Arman. Mulai sekarang Renjani bertekad akan lebih memberikan perhatian yang lebih untuk kekasihnya itu.

Arman,
Arman menghempaskan tubuh letihnya ke kursi, Ruangan kerjanya sudah sepi. Teman-temanya sudah pulang. Tinggal dia masih menekuri tumpukan kertas-kertas laporan dan segala tetek bengek permasalahanya. Masih terlalu pagi untuk berpulang pada sepi. Lagipula dia sedang tidak ada acara atau janji dengan siapapun. Persetan dengan malam Minggu, toh Renjani malam ini pasti sedang sibuk dengan segala kegiatanya yang seabreg itu. Ngelesin adik-adiknya lah, banyak kerjaan yang dibawa pulang ke rumahlah, Lagi bareng temen-temenya aktivisnya lah dan lain-lain yang akhir-akhir ini sering membuat Arman jengah. lalu Kapan waktu untukku, kekasihnya, calon sumainya? Sering dia menanyakan kredibilitas Renjani sebagai istri nanti. Ah, tapi Renjani itu kurang apa, dia wanita yang baik hatinya, pinter masak, pengertian, berpikiran dewasa, tidak posesif, dan mandiri. Nah nah ini dia masalahnya. Renjani terlalu mandiri. Dengan Renjani Arman sering merasa tidak di butuhkan sebagai seorang laki-laki, kekasih yang harusnya melindungi. karena renjani tidak butuh dilindungi. Dia, Renjani selalu melakukan apapun sendiri tanpa mengeluh. Bersama Renjani Arman hanya merasa seperti pelengkap saja. Pekerjaan mapan, teman, dan kepopuleran. Renjani punya semua itu. Sering saat dia jalan atau reuni bersama teman-tamanya Arman hanya merasa sebagai kambing congek. Karena Renjani lebih populer dari dirinya. Renjani yang baik, renjani yang ramah, renjani yang pintar, renjani yang di sukai banyak orang. Harga dirinya, egonya sebagai laki-laki terlukai dengan semua kepunyaan Renjani itu. Tapi bukan salah Renjani kalau dia memiliki semua itu. Arman sadar Mungkin dia yang terlalu berlebihan mengambil hati. Seperti yang Arman tau, Renjani begitu pengertian. Kapan renjani pernah mengeluh saat Arman mengajaknya menemani futsal dan menungguinya berjam-jam, pahahal Arman tau persis Renjani tidak suka dengan suasana futsal yang penuh dengan teman-teman arman yang sering resek itu, yang heboh itu. Tapi Renjani tidak pernah cemberut setidaknya di hadapan teman-temanya. Renjani tidak pernah marah seandainya dia telat janjian. Renjani hanya akan tersenyum, dan dengan begitu pengertian dia bertanya alasanya. Renjani yang tidak malu di ajak makan di pinggir jalan.
Tapi Arman tidak bisa tidak terluka saat waktu renjani hanya menyisakan dia di prioritas yang ke sekian dari semua urusanya. Oke itu memang tidak selalu. Tapi akhir-akhir ini sering. Aku manusia, aku laki-laki. Butuh perhatian dari kekasihnya. Ego arman sering berteriak-teriak saat Renjani berucap “Maaf, sayang aku lagi banyak kerjaan” Dan Arman hanya bisa tersenyum kecut menerima kata-kata ampuh ‘maaf’ itu.
Arman hendak meneruskan pekerjaanya ketika ponselnya berbunyi. Sebuah sms masuk di inbox messagenya.


From: Dewi
08138889xxx
Mas, aku di kafe biasanya.. bisa ke sini ga? :)
18.35
Arman menyandarkan punggungnya ke kursi. Dewi.. Perempuan manis itu, yang lembut itu, yang sering mengelus emosi Arman saat kesal dengan Renjani. Dengan Dewi Arman merasa lebih di butuhkan. Dewi tipe perempuan rapuh, seperti hiasan kaca yang indah tapi mudah pecah, mengundang naluri setiap lelaki untuk melindunginya. Ah, tapi ini salah Arman, ini namanya selingkuh. Kamu menyakiti hati Renjani. Melukai kepercayaan gadis itu selama hampir 5 tahun. Tapi Apa Renjani peduli, mungkin saat ini dia sedang asyik dengan keyboard dan layar kompternya, atau sedang bersama teman-temanya yang katanya aktivis lingkungan itu.
Persetan dengan bisik suci itu. Arman mematikan komputernya, meraih jaket dan tas kerjanya. Tujuanya pasti. Dewi.

Kafe  19.25
Renjani tersenyum saat tiba di Kafe. Sudah lama rasanya tidak ke sini bersama Arman. Di sini dulu pertama kali Arman menyatakan cinta dengan bunga yang dia ambil dari vas meja. Renjani kembali tersenyum mengingat kejadian itu. Di kafe ini banyak sekali momen indah bersama Arman. Dan kali ini kejutan untuk Arman. Dia akan sms Arman kalau sekarang dia ada di kafe, menunggu kedatangan kekasihnya. Bergegas Renjani masuk ke Kafe.
Dan ternyata bukan Arman yang di beri kejutan olehnya, tapi… dirinya yang di beri kejutan oleh laki-laki itu. Ya Arman. Dia sedang duduk berhadap-hadapan dengan seorang gadis cantik. Jelas terlihat bahwa mereka sedang bercengkrama di sana. Arman yang tersenyum, Arman yang terlihat bahagia. Bahkan Renjani sudah lupa kapan wajah arman terlihat sebahagia itu saat bersama dirinya.
Ada perih yang teramat perih tiba-tiba merayapi hari Renjani. Armannya yang sangat dia percaya, Armannya yang sangat dia puja ternyata telah menghianati sumpah setia mereka. Remuk redam perasaan Renjani. Entah harus dengan apa rasa sakit ini di lukiskan. Arman tidak lebih dari suaminya Mbak Sinta, pacarnya Rina yang selingkuh itu.. atau laki-laki memang semuanya sama…. Mudah berpaling..
Arman sedang tertawa mendengar cerita lucu dari bibir cantik Dewi. Ketika tanpa sadar dia menoleh ke arah pintu masuk kafe. Wajahnya langsung memucat.. Renjani. Matanya tertumbuk pada sosok yang amat sangat dia kenal itu. Renjani di sana dengan sorot mata terluka. Spontan Arman berdiri. Tapi Renjani buru-buru berpaling dan bergegas pergi ketika sadar Arman melihat dirinya. Tanpa pikir panjang Arman mengejar kekasihnya. Persetan dengan teriakan Dewi yang memanggil-manggilnya. Kalaupun seisi kota ini kena gempa dia tidak akan berhenti mengejar Renjani, Dia harus menjelaskan semuanya pada Renjani. Kalau perlu dia akan berlutut dan mengemis maaf pada orang yang sangat dia cintai itu. Cih, cinta. berani-beraninya kamu mengklaim begitu cinta pada Renjani tapi dengan sadar kamu terlah menyakiti hatinya. Suara itu membahana di otak Arman saat ini.    
Arman menarik lengan Renjani.
“Jani berhenti, dengarkan aku”
Renjani berhenti dan menoleh. Saat melihat mata basah gadis itu, Arman begitu terluka.
“Sejak kapan?” Bibir Jani bergetar saat mencucapkan pertanyaan itu
Arman cuma diam. Dia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Yang ada hanya segunung penyesalan telah menorehkan luka di hati Renjani. Belahan jiwanya, gadis yang dia minta untuk menjadi istrinya.
“Tadinya aku berpikir, aku ingin memperbaiki waktuku yang selama ini sedikit untukmu, aku ingin memberikan kejutan dengan dinner bareng berdua di kafe kenangan kita. Ternyata aku salah. Sudah ada gadis lain yang menemanimu, bahkan mungkin sudah menggantikan namaku di hatimu” kata Renjani lagi
Perasaan bersalah semakin mengaduk-aduk hati Arman. Oh.. Renjani.
“Aku tahu. Aku salah.. Di piki-pikir aku memang tidak pantas buat kamu. Kamu begitu sempurna tanpa harus memiliki orang lain di sisimu. Sering aku merasa tidak di butuhkan dalam hidupmu. Aku Cuma pelengkap yang tidak banyak berarti sekalipun aku tidak ada. Aku frustasi dengan semua itu, apalagi saat waktumu tidak banyak lagi untukku. Egoku terluka dengan semua kecermelanganmu” kata Arman kemudian
“Dan malam ini aku baru sadar. Aku Cuma seorang pecundang di hadapanmu..”
Arman tersenyum pahit, toh sudah ga perlu lagi di tutup-tutupi dari Renjani sekarang.
Sontak batin Renjani terasa lebih terluka. Inikah alasan Arman selingkuh. Ternyata Arman tidak nyaman denganya selama ini. Duh.. Gusti.. salah siapa ini.
“Mungkin aku perlu berpikir ulang tentang hubungan kita”  kata Renjani sambil mengusap air matanya.
“Aku mengerti..” Jawab Arman getir.
Perlahan-lahan Renjani berlalu meninggalkan arman yang masih berdiri di trotoar jalan. Arman hanya bisa memandangi punggung Renjani yang kian menjauh tanpa tahu harus menghentikanya lagi atau tidak. Arman sadar kesalahanya begitu fatal. Bahkan dia tidak yakin Renjani akan memaafkanya nanti. Tapi membayangkan berpisah dengan Renjani, melalui hari-hari tanpa cinta Renjani apakah dia mampu.. Cintanya masih begitu dalam untuk renjani, cintanya masih untuk Renjani seorang. Salahkah dirinya yang terlalu mendengarkan ego sehingga terjadi seperti ini..
Renjani menggigit bibir bawahnya. Sekuat tenaga dia menahan agar air matanya tidak jatuh terus-terusan. Luka yang begitu luka terasa perih di hati Renjani. Arman begitu tega. Ah, bukankah yang membuat Arman berpaling adalah dirinya. Secara tidak sadar Renjani telah melukai ego laki-laki itu. Kenapa Renjani baru tau, kenapa renjani baru menyadari sekarang. Ah, seandainya dirinya lebih perhatian, seandainya dia tidak egois dengan sering menempatakan Arman di urutan ke dua dari segala aktivitasnya..
“Sekali selingkuh, tidak menutup kemungkinan dia akan mengulang kesalahan yang sama nantinya Renjani”
“Setiap orang pernah khilaf Jani, Apa kamu sendiri juga merasa suci? Kamu masih mencintai Arman kan. Hatimu masih untuk Arman kan? Kejar cintamu Renjani. Jangan biarkan cintamu lepas ke pelukan orang lain”
Suara-suara hitam dan putih itu riuh rendah memenuhi kepala Renjani.
Spontan Renjani berbalik, dia menuruti kata hatinya. Kembali pada Arman.
Arman hampir putus asa, dan memutuskan hendak pergi ketika Di lihatnya Renjani berbalik, berlari ke arahnya. Ada kegembiraan yang membuncah memenuhi rongga dada Arman. Senyumnya mengembang. Renjaninya kembali. Cintanya kembali.
“Maafkan aku sayang. Maaf. Aku janji mulai sekarang aku akan belajar lebih memahamimu, belajar lebih mengertimu. Jangan pergi dariku” kata Arman sambil memeluk Renjani erat-erat. Ada genangan basah di sudut matanya.
“aku juga minta maaf , kurang memperhatikanmu, sering mengacuhkanmu..” Renjani berkata lirih
“sstttt… itu tidak penting lagi sekarang” Arman menciumi puncak kepala Renjani dlm dekapanya.

THE END 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar